Pada prinsipnya, setiap anak
menyukai aktivitas bermain. Bermain dapat membantu dan meningkatkan berbagai
aspek pada anak, seperti: fisik, emosional, sosial, kognitif, persepsi,
integrasi sensorik dan bahasa. Terapi bermain diciptakan oleh karena anak
sering tidak dapat atau tidak mau mengutarakan masalah emosionalnya secara
langsung. Dengan demikian, diberikan suatu aktivitas kreatif melalui pendekatan
berbeda, yaitu dengan menggunakan peralatan bermain, sebagai berikut: kotak
pasir, menggambar, art (kesenian),
musik, tanah liat, mendengarkan dongeng, permainan, mainan, dan panggung boneka.
Pemberian terapi bermain
disesuaikan dengan tingkat perkembangan emosional dan psikofisik dari anak
tersebut, seperti: sensorik/taktil (oral), motorik (anal), representasi
(falik), dan konstruktif (laten). Terapi bermain dapat dilakukan melalui
pendekatan secara individual, kelompok, maupun orangtua melalui mirror wall (dinding cermin) untuk
observasi interaksi anak-orangtua.
Terapi bermain dibagi menjadi dua
pedenkatan, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Pada terapi bermain
secara langsung, terapis biasanya yang memutuskan untuk menggunakan media mainan apa untuk tujuan terapi spesifik. Terapis dapat melalui permainan dan peragaan, misalnya penggunaan boneka untuk membantu
anak menyampaikan
perasaan tentang perpisahan dengan orangtua yang dicintai ketika orangtua bercerai atau perasaan tidak menyenangkan saat anak masuk ke rumah sakit. Macam terapi bermain secara langsung berupa: theraplay untuk anak yang memiliki
masalah sensori-motor, tehnik mendongeng (story
telling), sesi menyimak panggung boneka, atau mewarnai gambar dengan aneka
warna.
Terapi bermain secara langsung dengan
boneka sebelumnya digunakan sebagai media bagi anak untuk mengungkapkan
pengalaman traumatik yang tidak menyenangkan mengenai kekerasan seksual yang
mungkin di alami. Terapi bermain dapat membantu anak menyampaikan
rasa takut akibat pelecehan seksual tersebut. Tetapi
berdasarkan studi penelitian, metode tersebut kini tidak digunakan lagi. Terapi
bermain pada anak yang menjadi korban kekerasan baik fisik maupun seksual, saat
ini lebih digunakan untuk media pengalihan dan pemulihan akan kondisi
psikologis paska trauma.
Tujuan pemberian terapi bermain
pada anak adalah untuk membangun suatu hubungan dengan anak melalui pengalaman
alamiah yang menyenangkan, yaitu bermain karena pada dasarnya setiap anak itu
menyukai aktivitas bermain. Terapi bermain membantu anak untuk mengenali
dirinya sendiri, memperbaiki hubungan pertemanan, mengutarakan perasaannya,
berkomunikasi secara aman, alamiah dan spontan melalui mainan, penyelesaian
konflik internal dengan orangtua, meningkatkan kemampuan dalam tahapan
perkembangan serta melatih keterampilan sosial dalam kelompok.
Sebelum pemberian terapi bermain,
biasanya dilakukan asesmen terlebih dahulu pada tahap awal terhadap anak untuk
tujuan pemilihan tehnik terapi bermain dan psikoedukasi kepada orangtua
mengenai aturan mengikuti sesi terapi bermain. Tahap berikutnya, anak
diperkenalkan kepada psikiater anak, terapis dan dan berbagai mainan di ruang play therapy. Tahap akhir biasanya
terapis akan mengukur keberhasilan dan kemajuan terapi bermain. Pada setiap
sesi terapi bermain, tentunya terdapat terminasi (pengakhiran) dalam aktivitas
bermain sesuai jadwal yang telah disepakati.
Pada terapi bermain secara tidak
langsung, terapis bersikap diam dan mengamati aktivitas bermain yang dilakukan
oleh anak. Terapis lebih banyak menggunakan gambaran perasaan sebagai bentuk
utama dalam berkomunikasi dengan anak. Pada sesi ini, anak bebas bermain agar
dapat berasosiasi verbal secara bebas dengan orang dewasa (terapis). Anak bebas memilih aktivitas permainan apa yang ingin dia lakukan. Anak bebas menggunakan material mainan yang dia inginkan atau sukai. Hal ini dapat menunjukkan tingkat
perkembangan emosional anak dan tingkat kepuasan anak dalam menikmati
mainan. Terapis dipersiapkan untuk dapat
menerima dan mengerti semua perasaan
anak secara keseluruhan.
Berbagai studi ilmiah menunjukkan bahwa terapi
bermain merupakan pendekatan terapeutik yang efektif dalam masalah emosi dan
perilaku pada anak. Berbagai kondisi tersebut adalah: gangguan neurotik
(kecemasan): ansietas, cemas perpisahan, fobia (takut), hipokondriasis
(psikosomatis); gangguan perkembangan: gangguan/kesulitan belajar,
keterlambatan bicara dan bahasa, dan autisme masa kanak; sindrom hiperkinetik:
hiperaktif, in atensi (tidak bisa konsentrasi), ADHD.
Masalah perilaku yang dapat di
tangani melalui pendekatan terapi bermain adalah: enuresis (mengompol), enkopresis
(ngebrok), psikosis/skizofrenia, afektif (depresi), masalah makan (anoreksia
nervosa, bulimia, obesitas/kegemukan), gangguan perilaku, gangguan perilaku
seksual pada anak, serta gangguan komunikasi.
Masalah terkait dengan stress
baik dalam lingkungan eksternal atau keluarga juga berhasil ditangani melalui
pendekatan terapi bermain, seperti: berbagai tipe kekerasan dan penelantaran
pada anak, perceraian dan perpisahan orangtua, anak yang kemampuannya berada di
bawah (baik secara sosial maupun akademik atau IQ/kecerdasan), keterlambatan
perkembangan, korban bullying, duka
cita atau kehilangan, trauma psikologis, anak yang dirawat lama di rumah sakit,
anak dengan penyakit kronis (diabetes mellitus, sakit ginjal, talasemia), dan
anak dengan disabilitas fisik (polio/lumpuh layu, kecacatan).
(dikutip dari Buletin Pelangi Jiwa RSJSH)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar